Framing Media dan Agenda Setting

  • Pembicara : Asep
  • Pewarta Koran SINDO
Baru-baru ini terjadi penyanderaan dan intimidasi terhadap 1300 warga di Desa Kimberli dan Banti, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua. Polisi menyatakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) menjadi KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua. Diganti OPM karena penyebutan OPM itu adalah tugasnya Tentara untuk mengamankan. Tugas tentara adalah  keamanan dan pertahanan negara sedangkan tugas polisi adalah menjaga negara dari tindak kriminalitas yang ada. Jika disebut OPM maka menjadi tugas tentara bukan polisi.
Disini sudah terlihat adanya framing dalam penyebutannya. Kemudian media yang meliput pun menjadi ikut memframing melalui bagaimana media menyebut pelaku itu. Kalau media tersebut anti polisi maka akan menyebutnya OPM jika anti TNI maka akan menyebutnya KKB
Dari contoh tadi Asep, pewarta SINDO mengajak mahasiswa Fakultas Ilmu KomunIkasi Universitas Tarumanagara (21/11) untuk mengamati dan menganalisis media massa dan konten media secara sederhana. Contohnya seperti pembertiaaan saat pemilu Jokowi isi berita yang diberitakan tv merah dan biru pun bisa berbeda. 

Mengapa Perlu untuk Mengamati Media?
· Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa
· Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya ydengan media massa.
· Institusi media memproduksi dan menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mencerminkan budaya dalam masyarakat kepada publik secara luas agar produk atau pesan tersebut dapat digunakan dan dikonsumsi oleh publik
· Berbagai macam media massa tersebut mempunyai ciri khas masing-masing baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya.
· Media massa merupakan kumpulan banyak organisasi dan manusia dengan segala kepentingannya yang beragam, bahkan termasuk yang saling bertentangan.
· Kepentingan dari media massa tersebut dapat mempengaruhi berita yang disampaikan
· Fakta yang disampaikan bukanlah fakta yang objektif, melainkan fakta yang telah dikontruksi oleh media atau penulisnya/ wartawan dengan latar belakang kepentingan tertentu.

Asep memberikan contoh penggunaan bahasa yang dipilih koran Tempo dan koran Kompas dalam memberitakan kasus Setya Novanto. Tempo menggunakan bahasa yang lebih lazim sedangkan Kompas menggunakan bahasa yang lebih baku.
Ia juga mengatakan bahwa judul mempengaruhi isi, maka biasanya judul dibuat lebih dahulu sehingga isinya terkadang untuk memaksakan judul tersebut.  Menurutnya setiap media punya karakter masing-masing yang akan memperngaruhi pemberitaannya, karakter tersebut juga dipengaruhi oleh karakter pekerja medianya hingga pemilik medianya yang kadang juga merupakan ketua partai. Jika media tersebut memiliki orang-orang di balik layar yang berasal dari latar belakang yang berbeda maka isi pemberitaannya cenderung lebih fair (objektif). Dan hal ini tidak bisa menjadi pedoman suatu berita dikatakan BENAR SALAH

Di kelas Kapita Selekta (21/11) Asep juga menjelaskan bahwa kebenaran di media bukan kebenaran yang mutlak. Kebenaran di jurnalisme seperti bawang merah yang akan ditemukan kebenarannya jika dikupas terus sampai lapisan terakhir, jadi informasi pertama biasanya bukan kebenaran yang mutlak begitupun selanjutnya. Misalnya terjadi kecelakaan berita pertama pasti jumlah korban secara kasarnya, setelah dikupas lagi, lebih ditelaah lagi biasanya berita akan berubah.

Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil terhadap bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak  (Eriyanto,2002)

Media massa juga memiliki perspektif antara lain ;
· Pendekatan pluralis. Dalam pendekatan pluralis, berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Oleh karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput
· Pendekatan positivis. Menurut pendekatan ini media merupakan saluran pesan. Ada fakta riil yang diatur oleh kaida-kaidah tertentu yang berlaku universal.
· Adalah pendekatan kritis. Menurut pendekatan ini berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas, karena berita yang terbentuk hanya cermin dari kepentingan kekuatan dominan
· Pendekatan konstruksionis. Menurut konstruksionis, media merupakan agen konstruksi pesan. Fakta yang ada dalam media tiada lain merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu.

    Mengapa Berita Perlu Dianalisis?
1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi
2. Media adalah agen konstruksi.
3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanya konstruksi dari realitas.
4. Berita bersifat subjektif/ konstruksi atas realitas
5. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas.
6. Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita
7. Nilai, etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian.
8. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.

Metode Analisis untuk Media Massa
1. Analisis isi
2. Analisis Framing
3. Analisis Wacana
4. Analisis Semiotik

Di akhir pertemuan, Asep memberikan kesimpulan sekaligus menutup pertemuan di hari itu. Kesimpulannya yaitu berita yang muncul di media itu tidaklah selalu objektif, tidak bisa dikatakan benar ataupun salah. Namun isi pemberitaannya pasti dipengaruhi oleh orang-orang di dalamnya, juga tujuan dari pemilik media. Jadi di setiap pemberitaan pasti ada keberpihakan,tujuannya untuk mempengaruhi masyarakat agar sejalan dengan tujuan dari si pemilik media. (Jovita/915140023)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEDIA PLANNING

IKLAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

Peran Penting Litbang dan Content Enrinchment di Bisnis Penerbitan